
HARGA porang –yang kelewat tinggi itu– akhirnya menemukan realitas baru: tinggal sekitar Rp 5000/kg. Sejak bulan lalu.
Dengan harga baru itu petani memang masih bisa untung. Tapi tidak lagi pesta laba. Yang mendebarkan: kalau masih akan turun lagi. Benar-benar harus dicarikan jalan keluar.
Tahun lalu harga umbi porang masih Rp 8.000/kg. Bahkan sempat di atas Rp 10.000. Terlalu menarik bagi petani. Banyak yang pindah menanam porang.
Konsumen tepung porang terbesar adalah Tiongkok. Untuk campuran makanan olahan. Indonesia hanya ekspor chips (umbi yang diiris-iris lalu dikeringkan) ke Tiongkok. Itu pun tidak bisa langsung. Harus lewat Thailand.
Penyebabnya: mirip sekali dengan ekspor sarang burung. Kita tidak konsisten dalam menjaga kualitas. Akhirnya Tiongkok melarang impor sarang burung dari Indonesia. Harga pun jatuh.
Dalam hal sarang burung, kita hanya bisa masuk Tiongkok lewat Malaysia. Diakui sebagai barang Malaysia. Dalam hal porang, kita harus lewat Thailand. Diakui sebagai porang Thailand.
Pengusaha sarang burung Indonesia ada yang nakal. Atau rakus. Mereka pernah menggunakan pencuci kimia. Untuk membuat warna sarang burung menjadi bening mengilap. Sial. Ketahuan. Dilarang total. Yang tidak nakal pun kena getahnya.
Eksporter porang kita sama: porang kualitas rendah dikirim. Bahkan sudah berjamur. Ketahuan. Dicekal total.
Harga porang kali ini merosot bukan hanya akibat itu. Masih ditambah dengan akumulasi tiga faktor sekaligus.
Pertama lagi terjadi krisis kapal dan kontainer (baca : Krisis Tertinggi). Eksporter komoditi lainnya juga pun terkena.
Kedua, Thailand tidak bisa lagi ekspor porang ke Tiongkok. Permintaan dari Tiongkok lagi rendah.
Ketiga, pasokan porang dari petani kita melimpah.
Dalam lima tahun terakhir luasan kebun porang meningkat lebih 100 kali. Bahkan mulai ada budidaya porang di tanah pertanian teknis.
Itu berlebihan.
Tanah pertanian yang sistem pengairannya sangat bagus –yang seharusnya untuk komoditi seperti padi, kedelai, atau jagung– jadi kebun porang.
Porang seharusnya ditanam di tanah yang kurang produktif. Atau sebagai tanaman sela di tengah kebun tanaman keras. Atau di tengah hutan.
Dengan demikian tanaman porang tidak perlu biaya pemeliharaan. Kalau pun harga turun seperti sekarang, kalau perlu, jangan dipanen. Umbinya bisa dipertahankan di dalam tanah. Tanpa biaya pemeliharaan. Tahun depan umbinya kian besar. Juga kian tua: rendemennya tinggi.
Tapi porang yang ditanam di tanah pertanian tidak bisa dibiarkan sampai tahun depan. Bisa sih bisa. Tapi perlu biaya pemeliharaan.
Kini masanya orang memasuki periode konsolidasi. Ekspansi harus dihentikan dulu.
Konsolidasi pertama adalah bibit. Jangan lagi ada yang mau membeli bibit dengan harga mahal. Masing-masing petani harus menanam porang dari benih porangnya sendiri.
Menanam porang dengan benih sendiri akan membuat daya tahan petani lebih kuat. Kalau saja harga porang turun lagi ke bawah Rp 5.000/kg masih bisa terus hidup.
Konsolidasi kedua: pembuatan chips/keripik porang. Jangan lagi dikeringkan dengan panas matahari. Keringnya tidak bisa standar. Tingkat kekeringannya juga tidak terukur. Kering yang tidak sempurna itu bisa menimbulkan jamur. Jamur itu tidak terlihat oleh mata. Tapi bisa terdeteksi di lab milik importer di negara tujuan.
Tentu mengeringkan pakai pemanas api/listrik/gas menimbulkan biaya. Mungkin bisa dijemur dulu 1 hari, lalu dikeringkan pakai pemanas.
Konsolidasi ketiga, industri pengolahan porang. Sekarang ini baru ada dua pabrik tepung porang. Yakni yang bisa mengolah chips porang menjadi tepung.
Tidak mudah membangun pabrik tepung porang. Tapi bisa.
Tepung porang bukanlah tepung biasa. Tidak sama dengan tepung singkong, jagung atau tepung kelapa.
Tepung porang harus pakai proses pemurnian. Kian tinggi kemurniannya kian baik. PT Ambico di Porong –sejak ada Inul Daratista dan Widodo Sucipto saya tidak perlu lagi menjelaskan Porong itu di mana– bisa memurnikan tepung porang sampai 95 persen.
Diperlukan ilmu dan teknologi cukup tinggi di proses pemurnian tepung porang itu.
Konsolidasi keempat adalah membentuk pasar dalam negeri. Sekarang ini kita masih impor tepung porang 2.000 ton/tahun. Chips porang itu kita ekspor. Lalu kita impor tepungnya. “Gile!” kata Ida Royani.
Berarti kita harus tahu pabrik makanan apa saja yang selama ini menggunakan tepung porang. Garuda Food pastilah salah satu yang terbesar.
Konsolidasi kelima agak sulit: tapi bisa. Ini menyangkut orang berduit yang takut makan karbohidrat. Mereka harus beralih ke beras shirataki. Itulah beras tanpa karbohidrat yang terbuat dari tepung porang.
Selebihnya hanya satu lagi: sabar. Kalau masih punya. (Dahlan Iskan)
(hajinews)
Mengenal SEO dari Nol: Strategi Awal untuk Tingkatkan Traffic Website
10 Mei 2025 | 91
Dalam era digital saat ini, memiliki website yang menarik dan informatif tidaklah cukup. Apapun tujuan Anda, baik itu untuk bisnis, blog pribadi, atau portofolio, salah satu hal yang paling ...
Israel Mencekam, Ledakan Besar Pecah Langit Malam
14 Sep 2021 | 1172
Situasi Israel mendadak mencekam setelah terjadi ledakan besar di langit malam. Menurut militer Israel dalam siaran resmi Israel Defense Force (IDF) dilansir VIVA Militer, Senin 13 ...
Bedah Proses Jasa Survey Kualitas Produk secara Detail
26 Apr 2025 | 106
Dalam era persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan dituntut untuk memastikan bahwa produk yang mereka tawarkan memenuhi standar kualitas yang tinggi. Salah satu cara efektif untuk ...
Kegiatan Halaqah di Pesantren Modern Al Masoem: Diskusi Ilmiah Keislaman
8 Jul 2024 | 528
Pesantren Modern Al Masoem di Bandung merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang memadukan pendidikan formal dan pesantren. Sebagai sekolah menengah atas Islam di Bandung, Al Masoem ...
Panduan Perizinan dan Legalitas untuk Memulai Usaha Rental Mobil
11 Maret 2025 | 160
Memulai usaha rental mobil bisa menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan, terutama di daerah dengan tingkat pariwisata yang tinggi. Namun, agar usaha ini dapat berjalan lancar dan sesuai ...
Jasa Renovasi Rumah di Daerah Wisata: Adaptasi Desain untuk Hunian dan Penginapan
23 Apr 2025 | 105
Daerah wisata memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang, baik untuk tujuan liburan maupun investasi properti. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang yang tertarik untuk ...