Tryout.id
Benarkah Negara Otoriter Gaya Baru Mulai Tercium Di Era Jokowi ?

Benarkah Negara Otoriter Gaya Baru Mulai Tercium Di Era Jokowi ?

8 Jan 2021
1305x
Ditulis oleh : Writer

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqqodas, meringkus situasi Indonesia sepanjang periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai berikut: "Otoritarianisme gaya baru atau neoauthoritarianism."

Dalam sebuah diskusi daring, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu memberikan contoh bagaimana demokrasi mundur di era Jokowi. Salah satunya soal penempatan banyak polisi ke dalam instansi-instansi pemerintahan. "TNI berhasil dibersihkan dari dwifungsi, sekarang multifungsi dilakukan oleh Polri."

Beberapa lembaga negara yang dipimpin perwira polisi, baik yang masih aktif atau sudah pensiun dini, di antaranya KPK, Badan Intelijen Negara, Badan Urusan Logistik, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, hingga Kementerian Dalam Negeri.

Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, lembaga yang rutin mengeluarkan kajian sosial sejak Orde Baru, mengatakan setidaknya ada empat indikator sebuah negara atau sistem pemerintah bisa disebut otoriter. Indikator-indikator itu diambil dari buku terbaru Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, How Democracies Dies, yang terbit 2018 lalu.

Ironisnya, Indonesia sudah memenuhi keempat indikator itu, kata Wijayanto.

Indikator pertama adalah adanya penolakan atau setidaknya memiliki komitmen yang lemah terhadap aturan main yang demokratis. Kata Wijayanto, hal tersebut terlihat ketika Jokowi menginstruksikan kepala daerah hingga tentara untuk mengampanyekan kebijakan pemerintah dan meminta mereka menangkal banyak kabar palsu terkait dirinya sebelum Pilpres 2019.

Contoh lain adalah ada upaya memobilisasi kepala daerah hingga Polri untuk mendukung petahana.

"Kombinasi antara mobilisasi pejabat sipil dan aparat militer atau penegak hukum adalah tipikal bagaimana seorang incumbent maju untuk kembali terpilih," kata Wijayanto kepada reporter Tirto, Selasa (16/6/2020).

Contoh lain terjadi pada Desember 2019. Ketika itu muncul wacana dari parpol pendukung Jokowi mengenai amandemen UUD yang memungkinkan presiden menjabat tiga periode. Saat itu Jokowi hanya marah tanpa melakukan hal-hal lebih konkret.

Indikator kedua adalah pemberangusan oposisi. Dalam konteks ini, Wijayanto mengatakan Jokowi melakukan itu pertama-tama dengan memberikan Gerindra--partai oposisi utama dalam Pilpres 2019--dua kursi menteri. Akibatnya oposisi lain, yaitu Demokrat, PAN, dan PKS jadi tak punya taji di legislatif. Suara mereka timpang dibanding koalisi partai pendukung pemerintah.

Manuver ini semakin kentara ketika partai koalisi pemerintah merevisi UU MD3 dan menambah kursi pimpinan MPR. Dampaknya, lebih banyak partai berkesempatan mendapat jatah kursi, merapat ke kekuasaan, dan tak lagi jadi oposisi.

Indikator selanjutnya relatif lebih berdampak langsung ke sipil: memberi toleransi atau bahkan menganjurkan kekerasan aparat ke warga. Hal ini juga terjadi di era Jokowi, kata Wijayanto, contohnya kasus gerakan Reformasi Dikorupsi pada September 2019. LBH Jakarta menyebut pendekatan polisi saat menangani aksi massa saat itu "adalah pendekatan represif, kekerasan."

Contoh lain selain yang disebut Wijayanto adalah aksi berujung kerusuhan pada 21-23 Mei. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan ada 10 orang tewas dalam peristiwa tersebut, empat di antaranya masih anak-anak (di bawah 18 tahun). Delapan orang tewas karena tertembak peluru tajam.

Latar belakang inilah yang kemudian membuat Kontras dan YLBHI sama-sama menilai kekerasan oleh aparat makin menjadi-jadi di era Jokowi. Mereka pun mendesak pemerintah untuk segera mereformasi Polri besar-besaran.

Indikator terakhir juga berdampak luas ke warga sipil, yaitu kesediaan penguasa untuk membatasi kebebasan sipil, termasuk media.

Menurut Wijayanto, beberapa ukuran kebebasan sipil yang dikekang dan dilanggar di era Jokowi adalah: pelarangan dan razia buku, pembubaran dan teror terhadap diskusi kritis, membubarkan paksa dan penangkap peserta demonstrasi isu Papua, hingga peretasan dan penyadapan para aktivis pro demokrasi.

"Terjadi kesepakatan di antara setidaknya selusin ilmuwan politik dari dalam dan luar negeri bahwa Indonesia sedang mengalami proses kemunduran demokrasi yang dirumuskan dalam berbagai istilah, dari mulai kemunduran (regression, decline, back sliding) hingga putar balik ke arah otoritarianisme (authoritarian turn) dan otoritarianisme baru (neoauthoritarianism)," katanya.

Kemunduran tersebut terjadi secara perlahan sejak 2016 dan terus berlanjut dalam gradasi yang lebih serius setelah Pemilu 2019, ditandai dengan contoh-contoh yang tadi sudah disebut: dari mulai diabaikannya aturan main demokratis hingga hilangnya oposisi di parlemen.

Jika itu masih kurang, Wijayanto menambahkan sejak dua tahun terakhir rezim Jokowi sangat mudah mengintervensi benteng kebebasan akademik: kampus. Salah satu bentuk intervensinya adalah arahan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (kementerian ini sekarang dilebur) agar rektor mengimbau para mahasiswa dan dosen tidak turun ke jalan.

"Tergerusnya kebebasan akademik hari-hari ini," simpul Wijayanto, "merupakan penanda kemunduran demokrasi terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak reformasi politik 1998 dan putar balik ke arah otoritarianisme."

"Tidak Mudah Berlaku Otoriter"

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan "pasca reformasi, siapa pun [presiden] termasuk Jokowi tidak mudah berlaku otoriter." "Sulit presiden berlaku otoritarian karena [kerja] diawasi DPR, LSM, ormas. Jadi pengawasnya banyak," katanya, Senin (15/6/2020).

Meski demikian, ia menegaskan Jokowi percaya bahwa hak-hak sipil politik "mensyaratkan hak-hak ekonomi-sosial-budaya" seperti "pendidikan, kemakmuran, melalui berbagai skema bantuan sosial." Donny bilang, "Pak Jokowi tetap berkomitmen untuk menegakkan HAM, menghormati hak-hak dasar, menghormati kebebasan-kebebasan dasar warga terutama kebebasan hak-hak sosial ekonomi.

Dengan kata lain, menurut Donny, pemerintahan Jokowi lebih memprioritaskan hak ekosob ketimbang sipol. Pemenuhan hak ekosob jadi prasyarat alias pondasi bagi pemenuhan hak sipol.

Pernyataan ini tidak menjawab pokok masalah karena kecenderungan otoriter sebagaimana yang diungkapkan Busyro dan dielaborasi lebih jauh oleh Wijayanto ada di ranah sipil-politik. Ini terkait bagaimana orang-orang biasa berani mengkritik pemerintahnya sendiri tanpa takut dikriminalisasi, bukan apakah perut dan kebutuhan dapur masyarakat dipenuhi pemerintah.

Kritik serupa sempat dilayangkan aktivis HAM Haris Azhar saat mengomentari debat Pilpres 2019. Ketika itu Haris bilang Jokowi hanya fokus membahas isu ekosob dan terang-terangan meninggalkan hak sipol.

"Hak sipil dan politik dan ekososbud itu tidak bisa dipisahkan, harus dipenuhi dalam satu kesatuan," katanya saat itu.

Berita Terkait
Baca Juga:
Perusahaan BUMN Terbesar: Bagaimana BUMN Terbesar Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Perusahaan BUMN Terbesar: Bagaimana BUMN Terbesar Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pendidikan      

27 Apr 2025 | 337


Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional, perusahaan BUMN terbesar ...

Herbal Alami Untuk Meredakan Migrain Yang Mengganggu

Herbal Alami Untuk Meredakan Migrain Yang Mengganggu

Obat Herbal      

1 Jun 2020 | 1838


Kebanyakan orang yang mengalami migraine memilih untuk berobat. Tetapi banyak yang beralih keterapi alami seperti teknik relaksasi dan obat herbal. Bertahun-tahun sebelum diperkenalkannya ...

Meningkatkan Reputasi Bisnis Dengan Jasa Pemasaran

Jasa Pemasaran Digital: Buat Brand Anda Dikenal Luas!

Tips      

9 Apr 2025 | 133


Di era digital yang semakin berkembang, memiliki kehadiran online yang kuat adalah keharusan bagi setiap bisnis. Salah satu cara terbaik untuk mencapai ini adalah melalui jasa pemasaran ...

Latihan Tes TOEFL Online: Panduan Lengkap untuk Pemula

Latihan Tes TOEFL Online: Panduan Lengkap untuk Pemula

Pendidikan      

2 Maret 2025 | 163


Dalam era globalisasi saat ini, kemampuan berbahasa Inggris telah menjadi salah satu syarat penting untuk berbagai keperluan, seperti melanjutkan pendidikan ke luar negeri atau meningkatkan ...

program studi PKN STAN

Mau Masuk Jurusan Ekonomi STAN? Ini Hal yang Perlu Kamu Tahu

Pendidikan      

24 Apr 2025 | 253


Bagi kamu yang bercita-cita untuk memiliki karir yang menjanjikan di bidang ekonomi publik, jurusan ekonomi STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) adalah pilihan yang sangat menarik. ...

Suami Tidak Berpenghasilan Siapa yang Menafkahi

Suami Tidak Berpenghasilan Siapa yang Menafkahi

Nasional      

23 Jul 2023 | 825


Apabila sumia sakit dan tidak memiliki penghasilan,siapa yang menafkahi keluarganya? Kewajiban memberikan nafkah sejatinya Allah Ta'ala tetapkan kepada seorang suami, dimana suami ...